Sunday, November 11, 2012

Kain Batik di Keraton Yogya


Ceritanya, beberapa bulan lalu saat kepagian sampai di Malioboro, pergilah saya ke Keraton Yogyakarta. Beberapa tahun tinggal di Yogya, but that was my 1st visit at the Yogya Palace, kebangeten ya J
Saat berkeliling di beberapa bagian dalam keraton yang dibuka untuk umum, ada 1 ruangan yang menahan saya untuk betah berlama-lama di ruangan tersebut. Sebuah ruangan berisi kain-kain batik yang biasa dipakai di lingkungan keraton.
Batik memang telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat Jawa. Dari sejak lahir hingga meninggal, batik selalu menjadi bagian dalam tiap fase kehidupan orang Jawa. Dari lahir, tumbuh besar, menikah, 'mantu', punya cucu, hingga meninggal, ada unsur batik di dalamnya.
Dulunya, ada beberapa motif yang tak bisa sembarangan dipakai oleh masyarakat atau disebut motif larangan. Bisa terlarang untuk dipakai karena unsur makna motifnya, atau juga karena motif tersebut memang diperuntukkan untuk keluarga keraton / bangsawan saja.
Nah, di Keraton Yogya, motif-motif batik yang sering digunakan dalam acara-acara di keraton dipajang untuk umum, disertai dengan keterangan nama acara-nya. Ada motif yang boleh didokumentasikan, namun ada juga motif yang tidak diperbolehkan untuk diambil gambarnya. Namun, hanya beberapa motif saja yang saya catat dan foto, I prefer to enjoy it :) 
Check this out J
1.     Motif Batik untuk Acara Siraman
 
Siraman merupakan salah satu prosesi yang harus dijalankan di Keraton Yogyakarta sebelum akah nikah. Dalam sebuah prosesi pernikahan adat Jawa sendiri, sebagian besar masyarakat masih menggunakan acara siraman ini, meski ada juga pasangan yang memilih tidak memakai prosesi adat ini.
 
 
 
Kalau saya mah insya Allah pakai, tapi syaratnya harus menggunakan air hangat as I can not stand the cold shower J

2.     Upacara Akah Nikah
 
Pada pernikahan Puteri Sultan Yogyakarta, biasanya akad nikah dilaksanakan sendiri oleh Sultan. Kain yang dipakai merupakan motif Truntum.
 
 

3.     Upacara 'Pondongan'
 
Acara ini mengawali upacara ‘panggih’ atau dalam bahasa Indonesia berarti bertemu / pertemuan. Mempelai pria harus menggendong mempelai perempuan yang tak lain adalah putri Sultan, menandakan kebanggaan dan rasa bahagia.  
 


4.     Upacara 'Mitoni'
 
Jenis kain dibawah ini dipakai dalam acara 'mitoni' atau saat usia bayi dalam kandungan menginjak 7 bulan, menggunakan motif Sidoasih. Mitoni sendiri berasal dari kata 'piton' atau 'pitu', yang dalam Bahasa Jawa memiliki arti angka tujuh. 
 
 

5.     Motif untuk 'Inyo'
 
Inyo merupakan sebutan untuk Abdi Keparak Putri yang diberi tugas oleh Sultan untuk ‘momong’ (bahasa Jawa untuk mengasuh) dan menyusui putera Sultan saat Permaisuri sedang ada keperluan.
 
 

Sayangnya, sebagian nama motif batik tak semuanya sempat tercatat. Will do that in my 2nd visit as soon as I get the chance to get there again J

Wednesday, November 7, 2012

Melongok Pembuatan Kain Sasirangan


Saat di Kampung Sasirangan, saya beruntung bisa melihat proses pembuatan kain Sasirangan dari tahap awal sampai akhir. Selagi di Kampung Sasirangan dan mumpung saya bertemu dengan pengrajinnya langsung, plus pengrajinnya bersedia pula untuk saya tanya-tanya, sekalian lah saya meng-gather informasi tentang step-step pembuatan selembar kain Sasirangan.
Tahap pertama adalah pelukisan kain. Jenis kain yang digunakan bervariasi, dari katun, mori, hingga sutera. Di tahap ini, kain dilukis dengan corak yang kita inginkan.

Tahap selanjutnya, kain dijelujur atau dirajut menggunakan benang. Sasirangan sendiri berasal dari kata ‘sirang’ yang berarti jelujur itu sendiri. Teknik jelujur inilah yang di Jawa disebut dengan Jumputan. Sekilas, kain Sasirangan memang mirip dengan motif Jumputan dalam batik Jawa. Kemiripan ini ternyata berasal dari teknik yang digunakan.


Kain dijelujur dengan benang

Setelah kain selesai dijelujur, tahap berikutnya adalah pengikatan kain. Kain diikat sesuai corak motif yang diinginkan menggunakan karet atau tali dari ban motor. Tujuan pengikatan agar warna tidak masuk ke dalam motif.

Pengikatan kain menggunakan karet
Kain selanjutnya dicelup sebanyak yang diinginkan. Dalam sebuah proses pembuatan kain batik, umumnya ada 2 jenis pencelupan yaitu pencelupan menggunakan air panas dan dingin. Untuk kain ini, pencelupan panas agar menghasilkan warna hjijau, dan pencelupan dingin untuk menghasilkan warna merah. Kombinasi dari 2 warna ini pada akhirnya akan menghasilkan 1 warna lagi yaitu coklat (see below pictures).

Pencelupan kain

Tahap berikutnya, benang-benang yang ada di kain mulai dibuka. Saat benang-benang dibuka inilah, kita akan melihat hasil berupa selembar kain dengan corak warna dan motif yang menarik.
Setelah benang dibuka, kain kemudian dicuci dan dijemur. Nah, di tahap ini saya sempat rada kaget saat melihat beberapa kain Sasirangan dijemur di bawah terik Matahari langsung. Biasanya batik tidak boleh terkena sinar matahari langsung saat dijemur agar warnanya tak pudar, namun kain ini malah dijemur di bawah panas matahari. Ternyata, menurut Mbak Novi, kain yang dijemur hanya untuk kain yang berbahan katun. Sementara kain dengan bahan sutra dan sejenisnya tidak akan dijemur langsung di bawah sinar matahari.



Sekelompok Ibu dengan kain yang telah dijemur

Usai dijemur, kain kemudian diseterika. Usai tahap ini, sudah siap deh kain Sasirangan ini untuk dijual.

Yang menarik, semua tahapan di atas dilakukan dengan tangan atau secara manual. Keterampilan dan pengalaman para pengrajin otomatis juga akan ikut menentukan corak warna maupun motif kain itu sendiri.

Ada 2 tipe packing yang akan kita temui jika membeli kain Sasirangan, yaitu dipacking rapi dalam sebuah kotak atau dalam plastik. Seperti kain Sasirangan dari merek Sahabat, toko ini menjual kain dalam bentuk kotak, sedangkan beberapa kain yang saya beli di Kampung Sasirangan dipacking dalam plastik.
Dua-duanya rapi kok J

Saking sukanya dengan motif Sasirangan, tiap pulang cuti roster ke Jakarta pasti saya sempetin untuk membeli batik Sasirangan. Sementara ini sih buat ayah saya yang kini juga ikutan menggemari motif Sasirangan J
Kalau kemudian saya begitu tertarik dengan motif ini, berawal dari praktik pembuatan batik Jumputan saat mulok jaman SMP dulu. Meski sudah berulang kali mencoba, seingat saya nggak ada motif yang berhasil saya buat. Dari motif yang warnanya belang-belang hingga teknik jelujur saya yang kurang rapi.

That’s why, I adore this kind of motive. Meski para pengrajin needs to pay attentionto detail disamping tekniknya sendiri juga rumit, namun toh hasilnya nggak ada yang nggak bagus.

Tertarik dengan Sasirangan? Beli bareng yuk, biar saya ada teman buat milih-milih motif Sasirangan nanti, hehe..

Tuesday, November 6, 2012

Kampung Sasirangan Banjarmasin

Jika di Solo ada Kampung Batik Laweyan dan Kauman, di Cirebon kondang dengan Kampung Batik Trusmi, maka Banjarmasin memiliki Kampung Sasirangan.

Beberapa teman site yang berasal dari Banjar awalnya tak ada satupun yang merekomendasikan tempat ini dalam list tempat yang wajib didatangi selama di Kalsel. Namun, secara saya cinta batik ya, dan Sasirangan is one of my most favorite Batik motive, cari-carilah saya info di manakah sentra pengrajin Sasirangan saat di Banjarmasin kemarin.
 
Dari panduan informasi seorang ibu penjual gantungan kunci di Banjarmasin, tibalah saya di Kampung Sasirangan. Lokasinya ada di Jalan Seberang Masjid Kelurahan Kampung Melayu, Banjarmasin. Tempatnya mudah diingat, yaitu di seberang Taman Siring Martapura. Kampung ini dibentuk oleh Dinas Pariwisata Pemkot Banjarmasin, dan kini menjadi salah satu sentra souvenir kerajinan kain dan busana Sasirangan di Kalsel.
 
Sekilas Kampung Sasirangan mirip dengan kampung Batik Laweyan atau Kauman. Di sepanjang jalan kita akan menemukan deretan toko kain. Bedanya, jika di Laweyan dan Kauman kain yang dijual adalah batik Jawa, di Kampung Sasirangan tentu saja yang dijual adalah batik Sasirangan yang merupakan kain khas Kalimantan Selatan. Sebagai kain kebanggaan Kalsel, Sasirangan juga dipakai sebagai bahan seragam anak sekolah maupun di kalangan pemerintahan, seperti halnya di daerah lain dengan ciri khas-nya masing-masing.


Salah satu ruas jalan Kampung Sasirangan


Saya pernah menuliskan tentang batik Sasirangan ini, setelah melihat koleksi kain yang dijual di Toko Sahabat di Pasar Sayur Balikpapan. Nah, saat berkunjung di Kampung Sasirangan, beragam nama toko dapat kita jumpai. Setelah berjalan-jalan dari ujung ke ujung, saya tertarik untuk berkunjung ke sebuah toko yang sepertinya menjadi binaan sebuah bank swasta nasional.

Beruntunglah saya bertemu dengan seorang Mbak di toko tersebut, sebut saja Mbak Novi, yang dengan sabar meladeni pertanyaan-pertanyaan saya. Bahkan, mungkin karena ia melihat saya begitu tertarik dengan Sasirangan, saya malah diajak untuk melihat proses pembuatan Sasirangan dari tahap awal sampai akhir. Tentu, saya mau dong J
 
Ternyata, para pengrajin Sasirangan tinggal di rumah-rumah di belakang gerai-gerai toko penjual kain Sasirangan. Menurut Mbak Novi, ada sekitar 10 pengrajin yang tinggal di Kampung Sasirangan. Mereka umumnya tidak terikat dengan satu gerai atau toko tertentu, jadi satu pengrajin bisa mensupply kain produksinya ke satu atau beberapa toko, tergantung kesepakatan.

 
Salah satu rumah pengrajin kain Sasirangan

Oleh Mbak Novi, saya diantar berkeliling untuk melihat tahap-tahap pembuatan kain Sasirangan ke beberapa rumah pengrajin yang sedang dalam proses pengerjaan kain. Tahapan pembuatan kain Sasirangan hampir sama dengan proses pembuatan batik Jawa. Beberapa bahan seperti pewarna menurut salah satu pengrajin juga berasal dari Jawa.
 
Sekilas memang batik Sasirangan ini mirip dengan batik Jumputan dari Jawa. Setelah melihat proses pembuatan batik Sasirangan, ternyata kemiripan ini berasal dari cara pembuatannya yang menggunakan teknik jelujur. Tahap-tahap pembuatan Sasirangan nanti saya share dalam posting berikutnya.  
 
Harga yang ditawarkan bervariasi, tergantung dari bahan dan ukuran kain. Misalnya untuk ukuran kain 2 meter, kita dapat menemukan kain senilai 60 ribu untuk katun biasa, 80 ribu untuk kualitas semi sutra hingga yang ratusan ribu untuk bahan sutra. Di sini pun kita tak hanya dapat menemukan Sasirangan dalam lembaran kain, namun ada juga yang sudah dalam bentuk pakaian jadi.

 
 
Suasana di dalam salah satu toko batik di Kampung Sasirangan

Nggak terlalu lama sih jalan-jalan saya di Kampung Sasirangan karena masih harus mengejar waktu untuk ke Martapura. Sebenarnya belum terlalu puas juga untuk blusukan di kampung ini. Semoga satu saat nanti ada kesempatan untuk ke Kalsel lagi, dan ke kampung Sasirangan lagi tentunya.
 Anyway saya sebenarnya naksir dengan sebuah baju koko warna putih dengan hiasan bermotif Sasirangan di bagian depan dan pergelangan tangan. Sayangnya nggak ada ukuran pas buat si Papa di rumah :)