Sunday, November 11, 2012

Kain Batik di Keraton Yogya


Ceritanya, beberapa bulan lalu saat kepagian sampai di Malioboro, pergilah saya ke Keraton Yogyakarta. Beberapa tahun tinggal di Yogya, but that was my 1st visit at the Yogya Palace, kebangeten ya J
Saat berkeliling di beberapa bagian dalam keraton yang dibuka untuk umum, ada 1 ruangan yang menahan saya untuk betah berlama-lama di ruangan tersebut. Sebuah ruangan berisi kain-kain batik yang biasa dipakai di lingkungan keraton.
Batik memang telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat Jawa. Dari sejak lahir hingga meninggal, batik selalu menjadi bagian dalam tiap fase kehidupan orang Jawa. Dari lahir, tumbuh besar, menikah, 'mantu', punya cucu, hingga meninggal, ada unsur batik di dalamnya.
Dulunya, ada beberapa motif yang tak bisa sembarangan dipakai oleh masyarakat atau disebut motif larangan. Bisa terlarang untuk dipakai karena unsur makna motifnya, atau juga karena motif tersebut memang diperuntukkan untuk keluarga keraton / bangsawan saja.
Nah, di Keraton Yogya, motif-motif batik yang sering digunakan dalam acara-acara di keraton dipajang untuk umum, disertai dengan keterangan nama acara-nya. Ada motif yang boleh didokumentasikan, namun ada juga motif yang tidak diperbolehkan untuk diambil gambarnya. Namun, hanya beberapa motif saja yang saya catat dan foto, I prefer to enjoy it :) 
Check this out J
1.     Motif Batik untuk Acara Siraman
 
Siraman merupakan salah satu prosesi yang harus dijalankan di Keraton Yogyakarta sebelum akah nikah. Dalam sebuah prosesi pernikahan adat Jawa sendiri, sebagian besar masyarakat masih menggunakan acara siraman ini, meski ada juga pasangan yang memilih tidak memakai prosesi adat ini.
 
 
 
Kalau saya mah insya Allah pakai, tapi syaratnya harus menggunakan air hangat as I can not stand the cold shower J

2.     Upacara Akah Nikah
 
Pada pernikahan Puteri Sultan Yogyakarta, biasanya akad nikah dilaksanakan sendiri oleh Sultan. Kain yang dipakai merupakan motif Truntum.
 
 

3.     Upacara 'Pondongan'
 
Acara ini mengawali upacara ‘panggih’ atau dalam bahasa Indonesia berarti bertemu / pertemuan. Mempelai pria harus menggendong mempelai perempuan yang tak lain adalah putri Sultan, menandakan kebanggaan dan rasa bahagia.  
 


4.     Upacara 'Mitoni'
 
Jenis kain dibawah ini dipakai dalam acara 'mitoni' atau saat usia bayi dalam kandungan menginjak 7 bulan, menggunakan motif Sidoasih. Mitoni sendiri berasal dari kata 'piton' atau 'pitu', yang dalam Bahasa Jawa memiliki arti angka tujuh. 
 
 

5.     Motif untuk 'Inyo'
 
Inyo merupakan sebutan untuk Abdi Keparak Putri yang diberi tugas oleh Sultan untuk ‘momong’ (bahasa Jawa untuk mengasuh) dan menyusui putera Sultan saat Permaisuri sedang ada keperluan.
 
 

Sayangnya, sebagian nama motif batik tak semuanya sempat tercatat. Will do that in my 2nd visit as soon as I get the chance to get there again J

Wednesday, November 7, 2012

Melongok Pembuatan Kain Sasirangan


Saat di Kampung Sasirangan, saya beruntung bisa melihat proses pembuatan kain Sasirangan dari tahap awal sampai akhir. Selagi di Kampung Sasirangan dan mumpung saya bertemu dengan pengrajinnya langsung, plus pengrajinnya bersedia pula untuk saya tanya-tanya, sekalian lah saya meng-gather informasi tentang step-step pembuatan selembar kain Sasirangan.
Tahap pertama adalah pelukisan kain. Jenis kain yang digunakan bervariasi, dari katun, mori, hingga sutera. Di tahap ini, kain dilukis dengan corak yang kita inginkan.

Tahap selanjutnya, kain dijelujur atau dirajut menggunakan benang. Sasirangan sendiri berasal dari kata ‘sirang’ yang berarti jelujur itu sendiri. Teknik jelujur inilah yang di Jawa disebut dengan Jumputan. Sekilas, kain Sasirangan memang mirip dengan motif Jumputan dalam batik Jawa. Kemiripan ini ternyata berasal dari teknik yang digunakan.


Kain dijelujur dengan benang

Setelah kain selesai dijelujur, tahap berikutnya adalah pengikatan kain. Kain diikat sesuai corak motif yang diinginkan menggunakan karet atau tali dari ban motor. Tujuan pengikatan agar warna tidak masuk ke dalam motif.

Pengikatan kain menggunakan karet
Kain selanjutnya dicelup sebanyak yang diinginkan. Dalam sebuah proses pembuatan kain batik, umumnya ada 2 jenis pencelupan yaitu pencelupan menggunakan air panas dan dingin. Untuk kain ini, pencelupan panas agar menghasilkan warna hjijau, dan pencelupan dingin untuk menghasilkan warna merah. Kombinasi dari 2 warna ini pada akhirnya akan menghasilkan 1 warna lagi yaitu coklat (see below pictures).

Pencelupan kain

Tahap berikutnya, benang-benang yang ada di kain mulai dibuka. Saat benang-benang dibuka inilah, kita akan melihat hasil berupa selembar kain dengan corak warna dan motif yang menarik.
Setelah benang dibuka, kain kemudian dicuci dan dijemur. Nah, di tahap ini saya sempat rada kaget saat melihat beberapa kain Sasirangan dijemur di bawah terik Matahari langsung. Biasanya batik tidak boleh terkena sinar matahari langsung saat dijemur agar warnanya tak pudar, namun kain ini malah dijemur di bawah panas matahari. Ternyata, menurut Mbak Novi, kain yang dijemur hanya untuk kain yang berbahan katun. Sementara kain dengan bahan sutra dan sejenisnya tidak akan dijemur langsung di bawah sinar matahari.



Sekelompok Ibu dengan kain yang telah dijemur

Usai dijemur, kain kemudian diseterika. Usai tahap ini, sudah siap deh kain Sasirangan ini untuk dijual.

Yang menarik, semua tahapan di atas dilakukan dengan tangan atau secara manual. Keterampilan dan pengalaman para pengrajin otomatis juga akan ikut menentukan corak warna maupun motif kain itu sendiri.

Ada 2 tipe packing yang akan kita temui jika membeli kain Sasirangan, yaitu dipacking rapi dalam sebuah kotak atau dalam plastik. Seperti kain Sasirangan dari merek Sahabat, toko ini menjual kain dalam bentuk kotak, sedangkan beberapa kain yang saya beli di Kampung Sasirangan dipacking dalam plastik.
Dua-duanya rapi kok J

Saking sukanya dengan motif Sasirangan, tiap pulang cuti roster ke Jakarta pasti saya sempetin untuk membeli batik Sasirangan. Sementara ini sih buat ayah saya yang kini juga ikutan menggemari motif Sasirangan J
Kalau kemudian saya begitu tertarik dengan motif ini, berawal dari praktik pembuatan batik Jumputan saat mulok jaman SMP dulu. Meski sudah berulang kali mencoba, seingat saya nggak ada motif yang berhasil saya buat. Dari motif yang warnanya belang-belang hingga teknik jelujur saya yang kurang rapi.

That’s why, I adore this kind of motive. Meski para pengrajin needs to pay attentionto detail disamping tekniknya sendiri juga rumit, namun toh hasilnya nggak ada yang nggak bagus.

Tertarik dengan Sasirangan? Beli bareng yuk, biar saya ada teman buat milih-milih motif Sasirangan nanti, hehe..

Tuesday, November 6, 2012

Kampung Sasirangan Banjarmasin

Jika di Solo ada Kampung Batik Laweyan dan Kauman, di Cirebon kondang dengan Kampung Batik Trusmi, maka Banjarmasin memiliki Kampung Sasirangan.

Beberapa teman site yang berasal dari Banjar awalnya tak ada satupun yang merekomendasikan tempat ini dalam list tempat yang wajib didatangi selama di Kalsel. Namun, secara saya cinta batik ya, dan Sasirangan is one of my most favorite Batik motive, cari-carilah saya info di manakah sentra pengrajin Sasirangan saat di Banjarmasin kemarin.
 
Dari panduan informasi seorang ibu penjual gantungan kunci di Banjarmasin, tibalah saya di Kampung Sasirangan. Lokasinya ada di Jalan Seberang Masjid Kelurahan Kampung Melayu, Banjarmasin. Tempatnya mudah diingat, yaitu di seberang Taman Siring Martapura. Kampung ini dibentuk oleh Dinas Pariwisata Pemkot Banjarmasin, dan kini menjadi salah satu sentra souvenir kerajinan kain dan busana Sasirangan di Kalsel.
 
Sekilas Kampung Sasirangan mirip dengan kampung Batik Laweyan atau Kauman. Di sepanjang jalan kita akan menemukan deretan toko kain. Bedanya, jika di Laweyan dan Kauman kain yang dijual adalah batik Jawa, di Kampung Sasirangan tentu saja yang dijual adalah batik Sasirangan yang merupakan kain khas Kalimantan Selatan. Sebagai kain kebanggaan Kalsel, Sasirangan juga dipakai sebagai bahan seragam anak sekolah maupun di kalangan pemerintahan, seperti halnya di daerah lain dengan ciri khas-nya masing-masing.


Salah satu ruas jalan Kampung Sasirangan


Saya pernah menuliskan tentang batik Sasirangan ini, setelah melihat koleksi kain yang dijual di Toko Sahabat di Pasar Sayur Balikpapan. Nah, saat berkunjung di Kampung Sasirangan, beragam nama toko dapat kita jumpai. Setelah berjalan-jalan dari ujung ke ujung, saya tertarik untuk berkunjung ke sebuah toko yang sepertinya menjadi binaan sebuah bank swasta nasional.

Beruntunglah saya bertemu dengan seorang Mbak di toko tersebut, sebut saja Mbak Novi, yang dengan sabar meladeni pertanyaan-pertanyaan saya. Bahkan, mungkin karena ia melihat saya begitu tertarik dengan Sasirangan, saya malah diajak untuk melihat proses pembuatan Sasirangan dari tahap awal sampai akhir. Tentu, saya mau dong J
 
Ternyata, para pengrajin Sasirangan tinggal di rumah-rumah di belakang gerai-gerai toko penjual kain Sasirangan. Menurut Mbak Novi, ada sekitar 10 pengrajin yang tinggal di Kampung Sasirangan. Mereka umumnya tidak terikat dengan satu gerai atau toko tertentu, jadi satu pengrajin bisa mensupply kain produksinya ke satu atau beberapa toko, tergantung kesepakatan.

 
Salah satu rumah pengrajin kain Sasirangan

Oleh Mbak Novi, saya diantar berkeliling untuk melihat tahap-tahap pembuatan kain Sasirangan ke beberapa rumah pengrajin yang sedang dalam proses pengerjaan kain. Tahapan pembuatan kain Sasirangan hampir sama dengan proses pembuatan batik Jawa. Beberapa bahan seperti pewarna menurut salah satu pengrajin juga berasal dari Jawa.
 
Sekilas memang batik Sasirangan ini mirip dengan batik Jumputan dari Jawa. Setelah melihat proses pembuatan batik Sasirangan, ternyata kemiripan ini berasal dari cara pembuatannya yang menggunakan teknik jelujur. Tahap-tahap pembuatan Sasirangan nanti saya share dalam posting berikutnya.  
 
Harga yang ditawarkan bervariasi, tergantung dari bahan dan ukuran kain. Misalnya untuk ukuran kain 2 meter, kita dapat menemukan kain senilai 60 ribu untuk katun biasa, 80 ribu untuk kualitas semi sutra hingga yang ratusan ribu untuk bahan sutra. Di sini pun kita tak hanya dapat menemukan Sasirangan dalam lembaran kain, namun ada juga yang sudah dalam bentuk pakaian jadi.

 
 
Suasana di dalam salah satu toko batik di Kampung Sasirangan

Nggak terlalu lama sih jalan-jalan saya di Kampung Sasirangan karena masih harus mengejar waktu untuk ke Martapura. Sebenarnya belum terlalu puas juga untuk blusukan di kampung ini. Semoga satu saat nanti ada kesempatan untuk ke Kalsel lagi, dan ke kampung Sasirangan lagi tentunya.
 Anyway saya sebenarnya naksir dengan sebuah baju koko warna putih dengan hiasan bermotif Sasirangan di bagian depan dan pergelangan tangan. Sayangnya nggak ada ukuran pas buat si Papa di rumah :)
 

Thursday, September 6, 2012

Kenalan dengan Batik Majalengka


Kapan-kapan mampir sini Mir, di Majalengka juga ada batik loh..
Sms seorang teman kuliah dulu yang merupakan neng geulis dari Majalengka. Batik Majalengka? Sepertinya pernah dengar sekilas tentang batik dari Majalengka.
Lalu teringatlah saya akan sebuah buku kecil yang saya peroleh dari rekan saya di Trijaya FM Bandung dulu, kini bernama Sindo Radio Bandung, berjudul ‘Buku Saku Batik Jawa Barat Jilid II”. Buku ini hasil kerja sama Yayasan Batik Jawa Barat dan PT Indonesia Power.
Bentuknya yang kecil membuat buku ini ringan dan flexible untuk di bawa kemana-mana, dan karena itulah, hampir selalu saya bawa tiap bertugas di site.
Back to Batik Majalengka, ada 1 halaman bolak balik di buki ini yang menceritakan sekilas tentang Batik Majalengka.
Kenalan yuk dengan Batik Majalengka J
Jadi menurut buku ini, Majalengka meskipun tidak dikenal sebagai daerah penghasil batik, namun daerah ini pun ikut terdorong untuk mengembangkan batik yang menunjukkan ciri atau identitas budaya lokalnya yang khas.
Salah satu seniman bordir dari Majalengka, Herry Suhersono, berhasil mengembangkan beberapa motif batik yang mengacu pada keadaan alam seperti hewan dan tumbuhan, cerita rakyat ataupun legenda yang hidup di kalangan masyarakat Majalengka. Semua hal itu tertuang dalam motif batik yang menggambarkan budaya lokal Majalengka, yaitu Simbar Kencana, Nyi Rambut Kasih, Kota Angin, Gedong Gincu, dan Lauk Ngibing.
Motif Kota Angin bersumber dari julukan Majalengka sebagai ‘Kota Angin’ karena angin kencang yang selalu berhembus di kota ini sepanjang tahunnya. Sedangkan motif Gedong Gincu diambil dari banyaknya pohon mangga gincu yang hampir ditemui di tiap halaman rumah warga Majalengka. Itulah mengapa Gedong Gincu juga dinamakan menjadi salah motif batik khas Majalengka.

                                 Motif Kota Angin

Motif Simbar Kencana
Motif batik Lauk Ngibing mengandung arti ikan menari dalam bahasa  Sunda. Motif ini menunjukkan jika warga Majalengka senang memelihara ikan di balong atau empang. Sementara Simbar Kencana sendiri merupakan cerita rakyat Kota Majalengka, tepatnya berasal dari Kecamatan atau dulunya dikenal sebagai kerjaan Talaga. Adapun motif Nyi Rambut Kasih diambil dari nama salah satu tokoh sejarah Kota Majalengka.
Motif Lauk Ngibing
Kelima motif batik ciptaan Herry Suhersono telah mendapatkan perlindungan hak kekayaan intelektual.
Herry Suhersono sendiri sebelumnya pernah diminta bantuan oleh Pemerintah Kabupaten Majalengka untuk merancang suatu motif batik yang khas dan mampu menunjukkan identitas Majalengka. Permintaan tersebut diwujudkan dalam sebuah motif batik yang terdiri dari unsur-unsur lokal yaitu terdiri dari perpaduan buah maja dan lambang kerajaan Pajajaran dipadu dengan mahkota Simbang Kencana sebagai lambang dari kerajaan Sindangkasih.
Pemerintah Majalengka pun kini kabarnya semakin giat menyelenggarakan pelatihan-pelatihan keterampilan membatik bagi masyarakatnya yang berminat untuk mempelajari dan terjun ke bisnis batik.
Menarik ya ternyata kisah batik dari Majalengka.
Menulis tentang Batik Majalengka membuat saya jadi pengen banget untuk ke Majalengka. Ada yang  mau menjadi guide wisata batik di Majalengka? Hehe.. Atau ada yang ingin menambahkan info lain tentang batik Majalengka? Sok atuh, mangga lho, diantos nya.. J

Seperangkat Alat Batik


Saat berjalan-jalan ke Malioboro libur lebaran kemarin, saat sedang fokus hunting batik-batik lucu di deretan para penjual Maliboro, tak sengaja mata saya tertumbuk pada pemandangan seorang pembatik di salah satu toko batik bernama Adiningrat.
Bukan pemandangan Ibu pembatik yang memikat saya, tapi seperangkat alat batik yang dipajang di depan Ibu itu.
Seperangkat alat batik?
Untuk menghasilkan sebuah kain batik tulis (bukan cap), kita tak hanya membutuhkan yang namanya kain dan malam saja, tapi juga peralatan lain yang tak kalah penting dan saling melengkapi satu sama lain. Itulah kenapa saya menyebutnya seperangkat alat batik, karena memang 1 perangkat itu harus dipakai semua, tidak bisa hanya satu atau beberapa saja J
Seperangkat alat batik di toko Adiningrat, dijual sebesar Rp 61.000. Untuk ukuran saya yang ngekos di Jakarta dan bertugas di Kalimantan Timur, harga yang dipatok sangat murah. Namun untuk ukuran harga Yogya – Jateng saya rasa kemungkinan harganya standar J
Lalu, apa saja sih isi dari seperangkat alat batik yang saya beli dari Toko Adiningrat?

Foto dijepret dari koleksi sendiri, pakai hp pas malam hari J
Yang pertama paling besar kelihatan di foto tentu kompor. Pasangannya kompor ada wajan kecil. Di dalam wajan kecil ada sepasang canting, sebuah malam  berbentuk kotak kecil, dan secarik kain yang telah ada motifnya. Alat-alat tersebut merupakan standar atau peralatan basic untuk membatik.
Sebenarnya jika ingin membatik dengan komplet sampai akhir, kita masih membutuhkan perwarna untuk kain dan beberapa peralatan lain, misalnya untuk proses pelorotan.
Anyway, alasan saya langsung membeli perangkat batik ini karena saya kangen banget untuk membatik. Bahkan, saya malah langsung berandai-andai jika nantinya sudah punya rumah sendiri, pengen rasanya membeli lagi seperangkat alat batik yang lebih lengkap dan besar, ditaruh di halaman belakang rumah yang asri, dan kalau pas weekend (jika sudah nggak kerja roster di tambang) dipakai untuk membatik. Such a way to stress release J
Trust me, membatik itu sebuah kegiatan yang menyenangkan. Melatih kita sabar, tekun, teliti, serta mencintai seni dan keindahan.
Hmm.. Jadi lanjut berandai-andai deh, ada nggak ya orang yang saking cintanya sama Batik, terus pas nikah diberi mahar seperangkat alat batik disamping alat sholat, emas atau mahar lainnya? Unik, pastinya. Tertarik? J

Saturday, July 21, 2012

Pola Non-geometri Dalam Batik

Selain pola geometri seperti motif ceplok, parang dan lereng (lihat tulisan sebelumnya), dalam bentuk dan gaya batik  juga dikenal  pola non-geometri. Pola non-geometri terbagi ke dalam kelompok semen, lung-lungan, buketan, dan pinggiran. Pola kelompok non-geometri didominasi oleh pola semen dan lung-lungan yang memang sangat banyak ragamnya.

Pinggiran. Disebut pola pinggiran karena unsur hiasan pola ini umumnya terdiri dari ragam hias atau motif khas yang biasa digunakan sebagai ‘hiasan pinggir’ atau ‘hiasan pembatas’ kain batik pada umumnya.

Semen. Semen termasuk pola kuno, terutama yang mengandung ragam hias garuda, sawat, mirong, dan lar, yang semuanya merupakan stilasi (gubahan bentuk) ragam hias garuda, yang di masa lalu merupakan ikon hias khusus untuk raja dan keluarganya.

Motif Semen Latar Putih Yogya - batikIDku.blogspot.com

Buketan. Istilah buketan berawal dari kata buket yang berarti ikat / rangkai, karena pola ini amat mudah dikenali dengan tampilan ragam hias bunga atau kelopak bunga, dengan imbuhan daun-daun sulur, kepak kupu-kupu dan burung, ataupun satwa kecil lainnya. Ragam elemen gambar atau motif itu disusun sedemikian rupa dalam kesatuan bentuk selaras. Beberapa bentuk buketan, sering tampil ibarat lukisan bunga pada kain batik. Pola buketan banyak terdapat pada batik pesisiran, meski juga ditemukan di daerah pedalaman.

Motif Buketan Kudus - Sri Budi Astuti, Sosbud Kompasiana
Lung-lungan. Lung-lungan juga termasuk pola kuno yang sebagian besar memiliki ragam hias atau motif utama yang serupa dengan ragam hias utama pola semen. Bedanya, ragam hias utama lung-lungan tidak selalu lengkap dan tidak mengandung ragam hias meru. Ragam pola lung-lungan antara lain babon anggrem atau dalam Bahasa Jawa berarti ayam betina yang sedang mengerami telor, dan grageh waluh (sulur-sulur pohon labu).  
 
Motif Buketan Kudus - Sri Budi Astuti, Sosbud Kompasiana

Sumber tulisan: disummary-kan dari booklet Kisah Sehelai Batik Femina tahun 2010.

Tuesday, July 17, 2012

Say Big No to Copy Paste


Pernah nggak merasakan gimana rasanya tulisan kita di copy paste di blog orang, persis sama sampai sefoto-fotonya juga dicopas semua, tanpa menyebutkan jika itu tulisan kita atau pencantuman link tulisan kita?
Rasanya sangat menyebalkan sekali.
Awalnya, ada teman yang menginformasikan jika ia membaca tulisan Pesona Batik Papua yang saya tulis bulan Juni 2011 lalu setelah ke Pekan Penas di Tenggarong, yang dicopas di forum Kaskus dan tanpa pencantuman link saya.
Cekidot Gan link-nya yang copas J
Di waktu lain, saat saya sedang mencari tahu letak wilayah suku Dayak Bahau yang disebut merupakan pengrajin batik di Kaltim, eh malah nemu dua link di bawah ini yang juga meng-copas tulisan saya tentang Batik Kaltim, sampai sefoto-fotonya.
Duhai agan, Mas dan Mbak para pemilik account kaskus dan blog di atas, yuk ah hargai karya orang lain. Monggo saja tulisan saya dicopas, tapi mbok ya dicantumkan link-nya.
Ini ya saya kasih contoh tulisan saya yang juga dicopas di sebuah forum namely Selapa, tentang keindahan seni ukir di kampung Batu Bura, kecamatan Jempang, Kabupaten Kutai Barat, disertai pencantuman link sumber tulisan saya.

www.selapa.com/forum/viewtopic.php?f=11&t=293
Cek juga deh semua tulisan saya, pasti saya cantumkan sumbernya jika banyak kalimat yang saya quote. Jikalau pun hanya saya jadikan referensi, tetep saya tulis juga.
Kenapa? Karena itulah bentuk rasa penghargaan saya ke para penulis tulisan tersebut. Tidak semua orang mampu menghasilkan tulisan seperti sumber yang kita copas atau jadikan referensi, that’s why, we have to appreciate them.
Agree? Harus setuju dong, kalau nggak mending nggak usah punya blog dan ngaku suka nulis kalau ternyata tulisannya copas dari tulisan orang semua.. J

Monday, July 16, 2012

Pola Geometri dalam Batik


It’s been a very long time I guess, tak menulis di blog ini..
Okay, saya barusan nemu sebuah booklet tentang Batik diantara tumpukan buku di dalam koper. Koper? Yes, koper, maklum masih tugas di site J
Ada satu cerita yang menarik perhatian saya, yaitu tentang pola dan motif batik.
Ciri khas batik adalah adanya ragam hiasan pada lembar kainnya, yang dibuat dengan cara ditulis, dicap ataupun gabungan keduanya sedemikian rupa hingga membentuk satu kesatuan rancang desain atau pola. Secara tradisional, pola dan motif dikelompokkan berdasarkan gaya dan bentuk.
Berdasarkan bentuk, pola batik terbagi dua kelompok besar, yakni pola bangun berulang atau pola geometri, dan pola non geometri.
Secara umum, motif yang masuk dalam pola geometri adalah ragam hias yang mengandung unsur garis dan bangun motif. Seperti garis miring, bujur sangkar, persegi panjang, belah ketupat, lingkaran, bintang, yang disusun berulang-ulang hingga membentuk kesatuan pola. Secara garis besar, pola geometri terdiri dari pola ceplok (ceplokan) dan pola garis miring.
Nah, tulisan ini akan membahas tentang pola Geometri terlebih dulu. Beberapa pola Geometri yaitu:
Ceplok. Bentuk pola ceplok yang sangat kuno adalah pola kawung. Tak diketahui pasti siapa kreator motif ini dan sejak kapan pola ini mulai eksis dipakai dalam membatik.
Yang pasti, pola ceplok ini konon terinspirasi oleh bentuk buah kawung (buah atap atau buah aren) yang dibelah empat.

Pada dasarnya, ceplok merupakan kategori ragam hias berdasarkan bentuk pengulangan bentuk geometri, seperti segi empat, empat persegi panjang, bulat telur, ataupun bintang.
Ada banyak varian lain dari pola ceplok, seperti ceplok sriwedari dan ceplok keci. Batik truntum juga masuk dalam kategori ceplok.
Pola kawung ini adalah salah satu pola favorit saya, baik untuk baju atau buat dibatik pas jaman SMP dulu saat pelajaran membatik. Motifnya simple, sederhana, cukup mudah dibuat juga, namun terlihat batik sekali. 
Parang. Parang merupakan motif pola populer dalam kelompok garis miring. Pola atau desiannya terdiri dari satu atau lebih ragam hias yang tersusun membentuk garis-garis sejajar dengan sudut kemiringan 45 derajat.
Pada pola parang umumnya terdapat hiasan berbentuk belah ketupat (disebut juga dengan mlijon) sejajar dengan deret ragam hias utama pola parang. Ada banyak varian pola parang, misalnya parang barong, parang klitik, ataupun parang kusumo.
Lereng. Pola ini masuk ke dalam pola geometri, yang pada dasarnya sama dengan pola Parang. Bedanya, pada pola Lereng tak ada hiasan mlijon (bentuk belah ketupat kecil sebagai pemisah baris lereng).
 
Sebagaimana dalam pola Parang, Lereng pun memiliki ragam variasi diantaranya lereng krena slimpet, lereng catur karsa dan lereng patran kangkung.
Itulah sebagian pola geometri dalam motif batik. Pola non-geometri kita bahas ditulisan selanjutnya ya.. J
Oh ya, tulisan ini saya summary-kan dari booklet ‘Kisah Sehelai Batik’, bonus Femina Edisi Tahunan 2010. Sementara foto diambil dari beberapa sumber di internet.